KEBUTUHAN SOSIAL
Manusia hidup di dunia ini saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.
Manusia tidak bisa hidup sendirian. Siapapun orangya pasti dia butuh interaksi dengan orang
lain untuk memperoleh apa yang dicapainya. Begitu juga dengan seorang bayi. Dia
membutuhkan orang tuanya dan orang-orang di sekitarnya untuk bisa mengembangkan potensi
bawaanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nasution “seorang bayi tidak akan mungkin hidup
serta mengembangkan pembawaannya tanpa bantuan orang tuanya dan banyak orang lain
yang tak terhitung jumlahnya”. Oleh karena itu “mencari hubungan dengan orang lain adalah
dorongan yang wajar pada tiap anak”.
Sekolah seharusnya dapat membentuk anak menjadi makhluk sosial. Apabila sekolah
telah benar-benar memberikan ruang kepada anak sesuai dengan kebutuhannya sebagai
makhluk sosial maka artinya sekolah telah memberikan fungsinya dengan amat baik. Kurikulum
sebagai alat pengembangan sekolah di era sekarang ini sudah banyak memberikan kesempatan
kepada anak untuk bisa bersosialisasi dengan baik. Melalui model-model pembelajaran yang
inovatif dan suasana sekolah yang demokratis, anak-anak dapat bekerjasama, saling
menghargai, memberikan pendapat dan proses-proses interaksi sosial lainnya sehingga sekolah
benar-benar sebagai suatu masyarakat tempat dimana murid-murid mempraktikkan hak dan
kewajibannya. Apabila seseorang dapat berintekasi sosial dengan baik maka artinya salah satu
kebutuhannya telah terpenuhi dan dia akan lebih bahagian daripada anak yang kurang dapat
berinteraksi dengan baik. Dikutip dari Nasution bahwa “kebahagiaan seseorang dalam
kehidupan dan jabatannya bukanalah ditentukan oleh pengetahuan intelektualnya, melainkan
terutama oleh kesanggupannya untuk bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
KEBUTUHAN
Beberapa kebutuhan yang dimiliki setiap anak adalah sebagai berikut:
1. Survvival, kebutuahn fisiologis, dan kebutuhan untuk hidup.
2. Security, atau rasa aman
3. Love and belonging, kebutuhan akan cinta kasih
4. Self-esteem, kebutuhan akan harga diri
5. Self-actualization, kebutuhan untuk merealisasikan kepribadian yang penuh
(S. Nasution : 105)
Dari kebutuhan-kebutuhan di atas, yang paling tinggi adalah self-actualization yakni
menemukan identitasnya.
Berangkat dari kebetuhan-kebutuhan di atas, maka lingkungan sekolah seyogyanya
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuahan tersebut, karena apabila kebetuhannya dipenuhi
maka anak akan lebih berhasil dalam belajarnya.
PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
Perkembangan intelektual menurut Piaget secara garis besarnya sebagai berikut :
1. Fase senso-motoris (bayi – 2 tahun), kemampuan intelektualnya berupa gerak refleks,
koordinasi tangan – mulut, koordinasi tangan mata, koordinasi pengamatan alat indra
(sensory) dan gerakan (motoris), mencari benda yang diambil dari penglihatannya,
melakukan berbagai usaha untuk mencapai tujuan.
2. Fase-praoperasional (2 – 7 tahun), kemampuan intelektualnya berupa memecahkan masalah
dengan pemikirannya, perkembangan bahasa dan persepsi yang cepat (2 – 4 tahun), pikiran
dan bahasa bersifat egosentris, subjektif, hanya dari pandangannya sendiri, orientasi
menurut bagaimana ia melihat sesuatu, mengetahui tangan kanannya, akan tetapi bukan
tangan kanan orang yang menghadapinya, padangan animistis, memnadang benda mati
seperti makhluk hidup, misalnya matahari tidur, mengaacaukan khayal dan kenyataan.
3. Fase operasional konkrit (7 – 11 tahun), kemampuan intelktualnya berupa memahami
reversibilitas, misalnya volume air tetap, walaupun bentuk bejana berbeda; mulai dapat
berpikir mengenai masalah konkrit, berpikir sambil memanipulasi benda; masih belum dapat
memecahkan masalah verbal yang agak kompleks.
Sedangkan menurut John W. Santrock (2011 : 329), pada tahap ini anak telah dapat bernalar
logis sejauh penalaran itu diaplikasikan pada contoh-contoh spesifikasi atau konkrit.
Karakteristik lainnya dari fase ini ialah dapat mengklasifikasikan benda ke dalam perangkat-
perangkat atau subperangkat.
4. Fase operasional formal (11 – 15 tahun), kemampuan intelektualnya berupa mengidentifikasi
masalah secara logis, termasuk mengemukakan dan menguji hipotesis dapat dipecahkan;
telah dapat menganalisis cara-cara berpikir, pemikiran formal masih egosentris dalam arti
masih ada kesukaran untuk menyesuaikan yang ideal dengan kenyataan.
(S. Nasution : 113).
PERKEMBNGAN SOSIAL-EMOSIONAL
Perkembangan emosional fokusnya kepada perubahan seseorang dari bergantung
kepadada orang lain menjadi tidak bergantung kepada orang lain atau mandiri, dari
perhatiannya tertuju hanya untuk diri sendiri menjadi memberi perhatian kepada orang lain.
Sedangkan dalam perkembangan soaialnya, mula-mula seorang anak hanya menaruh
perhatiannya untuk dirinya sendiri. Pada usia SD, ia berangsur angsur menaruh perhatiannya
kepada orang lain. Ia mulai mengikat tali persahabatan dengan teman-teman lain,
mempengaruhi orang lain, dan terus memperluas cakupan persahabatan namun perhatiannya
masih banyak terhadap orang-orang yang dekat padanya dalam keluarga.
Lambat laun dan selama menjelang pubertas, jalinan persahabatannya dengan teman-
teman sebaya semakin kuat. Pengaruh teman-temannya bahkan dapat lebih kuat dari pengaruh
orang tuanya. Selama masa ini anak mulai krisis identitas. Ia mulai bertanya pada dirinya, “Siapa
saya? Siapa dia?.
Kurikulum sekolah hendaknya membantu masa transisi sosial anak, melepaskan
ketergantungan kepada keluarga dan teman sebayanya untuk menjadi sosk yang mandiri
menuju kedewasaan.
PERKEMBANGAN MORAL
Perkembangan moral mengikuti tahapan tertentu secara runtut, tidak mungkin
melompati salah satu tahap. Adapun tahapnnya adalah sebagai berikut:
1. Prs-konvensional
Pada tingkatan ini anak telah dapat merespon terhadap aturan dan lingkungan akan
tetapi baik dan buruk diukur dari konsekuensi fisiknya berupa hukuman atau ganjaran
dan pujian yang ditentukan oleh yang memegang otoritas
a. Orientasi hukuman dan kepatuhan
b. Orientasi instrumental
Sesuatu dianggap baik bergantung pada hukuman akibat fisik baginya yang
menyakitkan atau menyenangkan. Hukuman harus dihindari dengan menunjukkan
kepatuhan.
Tindakan baik bila memberi kepuasan bagi diri atau bagi orang lain. Bahkan kita
berbuat baik agar orang lain berbuat baik pula kepada kita. Berbuat baik merupakan
instrumen atau alat untuk menerima kebaikan dari orang lain.
Manusia hidup di dunia ini saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.
Manusia tidak bisa hidup sendirian. Siapapun orangya pasti dia butuh interaksi dengan orang
lain untuk memperoleh apa yang dicapainya. Begitu juga dengan seorang bayi. Dia
membutuhkan orang tuanya dan orang-orang di sekitarnya untuk bisa mengembangkan potensi
bawaanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nasution “seorang bayi tidak akan mungkin hidup
serta mengembangkan pembawaannya tanpa bantuan orang tuanya dan banyak orang lain
yang tak terhitung jumlahnya”. Oleh karena itu “mencari hubungan dengan orang lain adalah
dorongan yang wajar pada tiap anak”.
Sekolah seharusnya dapat membentuk anak menjadi makhluk sosial. Apabila sekolah
telah benar-benar memberikan ruang kepada anak sesuai dengan kebutuhannya sebagai
makhluk sosial maka artinya sekolah telah memberikan fungsinya dengan amat baik. Kurikulum
sebagai alat pengembangan sekolah di era sekarang ini sudah banyak memberikan kesempatan
kepada anak untuk bisa bersosialisasi dengan baik. Melalui model-model pembelajaran yang
inovatif dan suasana sekolah yang demokratis, anak-anak dapat bekerjasama, saling
menghargai, memberikan pendapat dan proses-proses interaksi sosial lainnya sehingga sekolah
benar-benar sebagai suatu masyarakat tempat dimana murid-murid mempraktikkan hak dan
kewajibannya. Apabila seseorang dapat berintekasi sosial dengan baik maka artinya salah satu
kebutuhannya telah terpenuhi dan dia akan lebih bahagian daripada anak yang kurang dapat
berinteraksi dengan baik. Dikutip dari Nasution bahwa “kebahagiaan seseorang dalam
kehidupan dan jabatannya bukanalah ditentukan oleh pengetahuan intelektualnya, melainkan
terutama oleh kesanggupannya untuk bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.
KEBUTUHAN
Beberapa kebutuhan yang dimiliki setiap anak adalah sebagai berikut:
1. Survvival, kebutuahn fisiologis, dan kebutuhan untuk hidup.
2. Security, atau rasa aman
3. Love and belonging, kebutuhan akan cinta kasih
4. Self-esteem, kebutuhan akan harga diri
5. Self-actualization, kebutuhan untuk merealisasikan kepribadian yang penuh
(S. Nasution : 105)
Dari kebutuhan-kebutuhan di atas, yang paling tinggi adalah self-actualization yakni
menemukan identitasnya.
Berangkat dari kebetuhan-kebutuhan di atas, maka lingkungan sekolah seyogyanya
dapat memenuhi kebutuhan-kebutuahan tersebut, karena apabila kebetuhannya dipenuhi
maka anak akan lebih berhasil dalam belajarnya.
PERKEMBANGAN INTELEKTUAL
Perkembangan intelektual menurut Piaget secara garis besarnya sebagai berikut :
1. Fase senso-motoris (bayi – 2 tahun), kemampuan intelektualnya berupa gerak refleks,
koordinasi tangan – mulut, koordinasi tangan mata, koordinasi pengamatan alat indra
(sensory) dan gerakan (motoris), mencari benda yang diambil dari penglihatannya,
melakukan berbagai usaha untuk mencapai tujuan.
2. Fase-praoperasional (2 – 7 tahun), kemampuan intelektualnya berupa memecahkan masalah
dengan pemikirannya, perkembangan bahasa dan persepsi yang cepat (2 – 4 tahun), pikiran
dan bahasa bersifat egosentris, subjektif, hanya dari pandangannya sendiri, orientasi
menurut bagaimana ia melihat sesuatu, mengetahui tangan kanannya, akan tetapi bukan
tangan kanan orang yang menghadapinya, padangan animistis, memnadang benda mati
seperti makhluk hidup, misalnya matahari tidur, mengaacaukan khayal dan kenyataan.
3. Fase operasional konkrit (7 – 11 tahun), kemampuan intelktualnya berupa memahami
reversibilitas, misalnya volume air tetap, walaupun bentuk bejana berbeda; mulai dapat
berpikir mengenai masalah konkrit, berpikir sambil memanipulasi benda; masih belum dapat
memecahkan masalah verbal yang agak kompleks.
Sedangkan menurut John W. Santrock (2011 : 329), pada tahap ini anak telah dapat bernalar
logis sejauh penalaran itu diaplikasikan pada contoh-contoh spesifikasi atau konkrit.
Karakteristik lainnya dari fase ini ialah dapat mengklasifikasikan benda ke dalam perangkat-
perangkat atau subperangkat.
4. Fase operasional formal (11 – 15 tahun), kemampuan intelektualnya berupa mengidentifikasi
masalah secara logis, termasuk mengemukakan dan menguji hipotesis dapat dipecahkan;
telah dapat menganalisis cara-cara berpikir, pemikiran formal masih egosentris dalam arti
masih ada kesukaran untuk menyesuaikan yang ideal dengan kenyataan.
(S. Nasution : 113).
PERKEMBNGAN SOSIAL-EMOSIONAL
Perkembangan emosional fokusnya kepada perubahan seseorang dari bergantung
kepadada orang lain menjadi tidak bergantung kepada orang lain atau mandiri, dari
perhatiannya tertuju hanya untuk diri sendiri menjadi memberi perhatian kepada orang lain.
Sedangkan dalam perkembangan soaialnya, mula-mula seorang anak hanya menaruh
perhatiannya untuk dirinya sendiri. Pada usia SD, ia berangsur angsur menaruh perhatiannya
kepada orang lain. Ia mulai mengikat tali persahabatan dengan teman-teman lain,
mempengaruhi orang lain, dan terus memperluas cakupan persahabatan namun perhatiannya
masih banyak terhadap orang-orang yang dekat padanya dalam keluarga.
Lambat laun dan selama menjelang pubertas, jalinan persahabatannya dengan teman-
teman sebaya semakin kuat. Pengaruh teman-temannya bahkan dapat lebih kuat dari pengaruh
orang tuanya. Selama masa ini anak mulai krisis identitas. Ia mulai bertanya pada dirinya, “Siapa
saya? Siapa dia?.
Kurikulum sekolah hendaknya membantu masa transisi sosial anak, melepaskan
ketergantungan kepada keluarga dan teman sebayanya untuk menjadi sosk yang mandiri
menuju kedewasaan.
PERKEMBANGAN MORAL
Perkembangan moral mengikuti tahapan tertentu secara runtut, tidak mungkin
melompati salah satu tahap. Adapun tahapnnya adalah sebagai berikut:
1. Prs-konvensional
Pada tingkatan ini anak telah dapat merespon terhadap aturan dan lingkungan akan
tetapi baik dan buruk diukur dari konsekuensi fisiknya berupa hukuman atau ganjaran
dan pujian yang ditentukan oleh yang memegang otoritas
a. Orientasi hukuman dan kepatuhan
b. Orientasi instrumental
Sesuatu dianggap baik bergantung pada hukuman akibat fisik baginya yang
menyakitkan atau menyenangkan. Hukuman harus dihindari dengan menunjukkan
kepatuhan.
Tindakan baik bila memberi kepuasan bagi diri atau bagi orang lain. Bahkan kita
berbuat baik agar orang lain berbuat baik pula kepada kita. Berbuat baik merupakan
instrumen atau alat untuk menerima kebaikan dari orang lain.
No comments:
Post a Comment