Thursday, 26 November 2015

Kebutuhan Sosial

KEBUTUHAN SOSIAL

Manusia hidup di dunia ini saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.

Manusia tidak bisa hidup sendirian. Siapapun orangya pasti dia butuh interaksi dengan orang

lain untuk memperoleh apa yang dicapainya. Begitu juga dengan seorang bayi. Dia

membutuhkan orang tuanya dan orang-orang di sekitarnya untuk bisa mengembangkan potensi

bawaanya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Nasution “seorang bayi tidak akan mungkin hidup

serta mengembangkan pembawaannya tanpa bantuan orang tuanya dan banyak orang lain

yang  tak terhitung jumlahnya”. Oleh karena itu “mencari hubungan dengan orang lain adalah

dorongan yang wajar pada tiap anak”.

 Sekolah seharusnya dapat membentuk anak menjadi makhluk sosial. Apabila sekolah

telah benar-benar memberikan ruang kepada anak sesuai dengan kebutuhannya sebagai

makhluk sosial maka artinya sekolah telah memberikan fungsinya dengan amat baik. Kurikulum

sebagai alat pengembangan sekolah di era sekarang ini sudah banyak memberikan kesempatan

kepada anak untuk bisa bersosialisasi dengan baik. Melalui model-model pembelajaran yang

inovatif dan suasana sekolah yang demokratis, anak-anak dapat bekerjasama, saling

menghargai, memberikan pendapat dan proses-proses interaksi sosial lainnya sehingga sekolah

benar-benar  sebagai suatu masyarakat tempat dimana murid-murid mempraktikkan hak dan

kewajibannya. Apabila seseorang dapat berintekasi sosial dengan baik maka artinya salah satu

kebutuhannya telah terpenuhi dan dia akan lebih bahagian daripada anak yang kurang dapat

berinteraksi dengan baik. Dikutip dari Nasution bahwa “kebahagiaan seseorang dalam

kehidupan dan jabatannya bukanalah ditentukan oleh pengetahuan intelektualnya, melainkan

terutama oleh kesanggupannya untuk bergaul dan bekerja sama dengan orang lain.

KEBUTUHAN

Beberapa kebutuhan yang dimiliki setiap anak adalah sebagai berikut:

1. Survvival, kebutuahn fisiologis, dan kebutuhan untuk hidup.

2. Security, atau rasa aman

3. Love and belonging, kebutuhan akan cinta kasih

4. Self-esteem, kebutuhan akan harga diri

5. Self-actualization, kebutuhan untuk merealisasikan kepribadian yang penuh

(S. Nasution : 105)

Dari kebutuhan-kebutuhan di atas, yang paling tinggi adalah self-actualization yakni

menemukan identitasnya.

Berangkat dari kebetuhan-kebutuhan di atas, maka lingkungan sekolah seyogyanya

dapat memenuhi kebutuhan-kebutuahan tersebut, karena apabila kebetuhannya dipenuhi

maka anak akan lebih berhasil dalam belajarnya.

PERKEMBANGAN INTELEKTUAL

Perkembangan intelektual menurut Piaget secara garis besarnya sebagai berikut :

1. Fase senso-motoris (bayi – 2 tahun), kemampuan intelektualnya berupa gerak refleks,

koordinasi tangan – mulut, koordinasi tangan mata, koordinasi pengamatan alat indra

(sensory) dan gerakan (motoris), mencari benda yang diambil dari penglihatannya,

melakukan berbagai usaha untuk mencapai tujuan.

2. Fase-praoperasional (2 – 7 tahun), kemampuan intelektualnya berupa memecahkan masalah

dengan pemikirannya, perkembangan bahasa dan persepsi yang cepat (2 – 4 tahun), pikiran

dan bahasa bersifat egosentris, subjektif, hanya dari pandangannya sendiri, orientasi

menurut bagaimana ia melihat sesuatu, mengetahui tangan kanannya, akan tetapi bukan

tangan kanan orang yang menghadapinya, padangan animistis, memnadang benda mati

seperti makhluk hidup, misalnya matahari tidur, mengaacaukan khayal dan kenyataan.

3. Fase operasional konkrit (7 – 11 tahun), kemampuan intelktualnya berupa memahami

reversibilitas, misalnya volume air tetap, walaupun bentuk bejana berbeda; mulai dapat

berpikir mengenai masalah konkrit, berpikir sambil memanipulasi benda; masih belum dapat

memecahkan masalah verbal yang agak kompleks.

Sedangkan menurut John W. Santrock (2011 : 329), pada tahap ini anak telah dapat bernalar

logis sejauh penalaran itu diaplikasikan pada contoh-contoh spesifikasi atau konkrit.

Karakteristik lainnya dari fase ini ialah dapat mengklasifikasikan benda ke dalam perangkat-

perangkat atau subperangkat.

4. Fase operasional formal (11 – 15 tahun), kemampuan intelektualnya berupa mengidentifikasi

masalah secara logis, termasuk mengemukakan dan menguji hipotesis dapat dipecahkan;

telah dapat menganalisis cara-cara berpikir, pemikiran formal masih egosentris dalam arti

masih ada kesukaran untuk menyesuaikan yang ideal dengan kenyataan.

(S. Nasution : 113).

PERKEMBNGAN SOSIAL-EMOSIONAL

Perkembangan emosional fokusnya kepada perubahan seseorang dari bergantung

kepadada orang lain menjadi tidak bergantung kepada orang lain atau mandiri, dari

perhatiannya tertuju hanya untuk diri sendiri menjadi memberi perhatian kepada orang lain.

Sedangkan dalam perkembangan soaialnya, mula-mula seorang anak hanya menaruh

perhatiannya untuk dirinya sendiri. Pada usia SD, ia berangsur angsur menaruh perhatiannya

kepada orang lain. Ia mulai mengikat tali persahabatan dengan teman-teman lain,

mempengaruhi orang lain, dan terus memperluas cakupan persahabatan namun perhatiannya

masih banyak terhadap orang-orang yang dekat padanya dalam keluarga.

Lambat laun dan selama menjelang pubertas, jalinan persahabatannya dengan teman-

teman sebaya semakin kuat. Pengaruh teman-temannya bahkan dapat lebih kuat dari pengaruh

orang tuanya. Selama masa ini anak mulai krisis identitas. Ia mulai bertanya pada dirinya, “Siapa

saya? Siapa dia?.

Kurikulum sekolah hendaknya membantu masa transisi sosial anak, melepaskan

ketergantungan kepada keluarga dan teman sebayanya untuk menjadi sosk yang mandiri

menuju kedewasaan.

PERKEMBANGAN MORAL

Perkembangan moral mengikuti tahapan tertentu secara runtut, tidak mungkin

melompati salah satu tahap. Adapun tahapnnya adalah sebagai berikut:

1. Prs-konvensional

Pada tingkatan ini anak telah dapat merespon terhadap aturan dan lingkungan akan

tetapi baik dan buruk diukur dari konsekuensi  fisiknya berupa hukuman atau ganjaran

dan pujian yang ditentukan oleh yang memegang otoritas

a. Orientasi hukuman dan kepatuhan

b. Orientasi instrumental

Sesuatu dianggap baik bergantung pada hukuman akibat fisik baginya yang

menyakitkan atau menyenangkan. Hukuman harus dihindari dengan menunjukkan

kepatuhan.

Tindakan baik bila memberi kepuasan bagi diri atau bagi orang lain. Bahkan kita

berbuat baik agar orang lain berbuat baik pula kepada kita. Berbuat baik merupakan

instrumen atau alat untuk menerima kebaikan dari orang lain.

No comments:

Post a Comment